Beberapa hari lalu saya cukup jengkel dengan suami, yang masih saja asyik dengan gadgetnya. Padahal saat itu ia sudah memasuki kawasan rumah, yang bagi saya haram hukumnya memegang gadget. Sebab saya sendiri sudah berkomitmen pada diri sendiri, untuk tidak mempedulikan gadget, pada saat berada di rumah. Bagi saya inilah waktu untuk menikmati kebersamaan den…
Selanjutnya »Satu bulan telah berlalu setelah kepergian Satria. Ningsih masih terlihat sangat terpukul. Sering ia menyendiri dan menangis. Dalam beraktivitas pun ia sering kali tidak fokus. Rahmat merasa sangat kasihan dengan isterinya ini. Ia paham jika Ningsih merasa sangat bersalah atas kepergian Satria. Suatu malam mereka berdua duduk di teras rumah mereka yang sej…
Selanjutnya »"Tidak...!! Tidak..!! Ini tak boleh terjadi! Maaassss, ada apa dengan anak kita?? Ia tadi membuka mata lho, Mas! Lalu mengapa sekarang ia menutup matanya lagi?" Ningsih mengguncang lengan Rahmat. "Oh, aku tahu. Anak kita pasti lelah, Mas..Menunggu kita yang lama tak datang menjemputnya. Sepertinya ia tertidur, Mas." Rahmat tak tahan lag…
Selanjutnya »"Kalian berdua lekas ke rumah sakit. Dokter ingin berbicara dengan kalian.” Suara ayah Ningsih di seberang telepon membuat mereka berdua segera bergegas ke rumah sakit. Selama perjalanan mereka berdua saling membisu. Tetapi dalam hati mereka terlantun doa, agar Satria segera pulih, dan bisa berkumpul lagi dengan keluarga. Tak lama kemudian mereka p…
Selanjutnya »"Pak Rahmat, saya mohon maaf. Kondisi Satria saat ini sangat kritis. Ia kehilangan banyak darah. Kita hanya bisa mengharapkan datangnya keajaiban." Dokter yang memeriksa Satria memberi penjelasan pada Rahmat. "Dokter, benarkah yang anda katakan? Maksud anda, Satria tak dapat diselamatkan lagi?" Mata Rahmat memandang dokter itu dengan tat…
Selanjutnya »"Mas, ini Sumi. Baby sitter yang akan menjaga Satria selama kita bekerja. Ibu Hasan yang merekomendasikan. Ia akan bekerja mulai hari ini. Setiap hari ia akan datang, dan pulang jika kita sudah kembali dari kantor." Ningsih berkata sambil lalu. "Sayang, mengapa tak kau bicarakan dulu denganku? Apa kau sudah mempelajari dulu asal-usulnya? Baga…
Selanjutnya »Malam harinya Rahmat mengantar Ningsih ke dokter. Dokter menyarankan Ningsih melakukan serangkaian pemeriksaan, untuk memastikan penyakitnya. Dan esok harinya mereka kembali lagi ke dokter itu untuk mengetahui hasilnya. "Pak Rahmat dan bu Ningsih, hasil pemeriksaannya sudah dapat diketahui. Alhamdulillah tidak ada penyakit , atau gangguan kesehatan ya…
Selanjutnya »Keesokan harinya Ningsih sengaja tidak beraktivitas. Ia ingin menyendiri sejenak, dan menenangkan diri dengan mengunjungi kedua orangtuanya. Rumah orangtua Ningsih berjarak sepuluh kilometer dari tempat tinggalnya. Memerlukan waktu sekitar satu jam untuk menempuhnya. Terkadang Ningsih menyesal mengapa jarang sekali berkunjung. Padahal jaraknya tidak terlal…
Selanjutnya »Rahmat mendekat. Berusaha memegang tangan Ningsih. Tetapi Ningsih menolaknya. "Jangan sentuh aku, Mas. Aku bukan wanita yang sempurna. Aku tak bisa membahagiakanmu. Aku tak bisa memberikan keturunan untukmu. Sesuatu yang bagi semua orang sangat penting , dan mutlak ada dalam sebuah keluarga!!" Mata Ningsih memerah. Terlihat ia sudah semakin sulit …
Selanjutnya »Tak terasa waktu sudah memasuki hari Sabtu kembali. Ini tandanya Rahmat dan Ningsih, harus berkunjung ke rumah orangtua Rahmat. "Ayo, Sayang kita bersiap-siap. Jangan lupa kalau kita akan memberitahu ibu, tentang rencana mengadopsi anak." Rahmat berkata sambil merapikan pakaiannya. Ia tidak menyadari bahwa Ningsih terduduk melamun di atas tempat…
Selanjutnya »Ningsih membuka pintu dengan kasar. Terburu-buru ia memasuki rumah. Tak dihiraukannya Rahmat yang memanggil namanya. “Sayang, berhenti!” Rahmat memanggilnya setengah berlari. Dan akhirnya ia berhasil menangkap tangan Ningsih. Dipeluknya isterinya itu. “Sayang, maafkan aku. Maafkan ibu. Kami berdua telah menyakiti hatimu.” Ningsih terus menangis dalam pel…
Selanjutnya »
Social Plugin