Sumber gambar : pixabay
Bagi
sebagian orang, memutuskan resign dari pekerjaan bukanlah perkara mudah.
Entah bagi karyawan yang resign untuk mencari pekerjaan baru, atau
karyawati yang ingin beralih peran sebagai ibu rumah tangga.
Saya pun pernah berada dalam fase ini. Ada keinginan yang sangat kuat untuk berhenti dari pekerjaan, demi sebuah tujuan sederhana. Ingin belajar menjadi istri dan ibu yang baik. Namun di sisi lain hati saya merasakan suatu pemikiran, yang faktanya mampu mempengaruhi keinginan resign tersebut.
Sampai suatu saat mendengar satu nasehat dari teman baik. "Tetapkan dulu apa yang menjadi tujuan hidup ini. Lalu coba renungkan. Apakah tujuan hidup tersebut bisa dicapai dengan resign atau sebaliknya."
Hingga akhirnya dengan berbagai pertimbangan dari keluarga dan teman, mencari ilmu, dan tentunya memohon petunjuk pada Yang Mahakuasa, resign pun menjadi keputusan.
Kekhawatiran akan Rezeki.
Satu hal yang pasti menjadi kekhawatiran setelah berhenti bekerja adalah, dari mana saya akan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan. Tentunya kekhawatiran ini tak sama antara seorang kepala keluarga, lajang dan ibu pekerja yang merangkap ibu rumah tangga. Untuk kepala keluarga pastinya ada perasaan bersalah, jika pasca resign masih belum juga berpenghasilan. Bagi lajang ia akan berpikir, bagaimana cara mendapat rezeki untuk kebutuhannya sendiri. Sedangkan bagi ibu pekerja, ia akan merasa kasihan pada suami, karena tidak bisa ikut menopang perekonomian keluarga.
Kekhawatiran akan Rasa Bosan.
Bosan. Itu pula yang akan terjadi, jika seseorang resign, di saat belum menemukan solusi lain, agar tetap beraktivitas dan berpenghasilan. Terlebih ketika situasi ekonomi sedang tak menentu seperti sekarang ini. Ditambah dengan kondisi pandemi yang sedang terjadi.
Kekhawatiran akan Status Sosial.
Status sosial ini pula yang menjadi dilema tersendiri, ketika seseorang memutuskan berhenti bekerja. Seorang pria yang sedang berada di puncak karir, dan tiba-tiba saja meninggalkan zona nyaman demi beralih ke profesi lain. Atau seorang ibu rumah tangga yang berani resign demi keluarga. Gunjingan dan nyinyiran pasti akan terdengar di mana-mana dan dari siapa saja. Ada yang menyayangkan, mengejek dan entah reaksi lainnya. Terlebih ketika ia menyandang gelar pendidikan tertinggi dan dalam puncak karir yang bagus.
Sumber gambar : pixabay
Ini berlaku bagi orang-orang yang memutuskan resign tanpa perhitungan. Keputusan resignnya hanya berdasar emosi, karena kurang kondusifnya suasana kerja. Sehingga ia hanya memikirkan bagaimana caranya segera meninggalkan pekerjaan di tempat lama. Urusan pekerjaan pengganti, akan dipikirkan berikutnya. Namun setelah benar-benar terbebas dari segala persoalan di pekerjaan lama, dan pekerjaan pengganti belum didapat, alhasil mulai cemas dengan kelangsungan hidupnya.
Baca pula : Resign Bukan Perkara Mudah, Inilah Sepuluh Hal yang Menjadi Alasan
Lantas
bagaimana?
Berhenti
bekerja tak semata-mata hanya tentang sebuah keputusan. Dibutuhkan keberanian
untuk meyakininya. Setidaknya seseorang sudah siap dengan cara mengantisipasi
kekhawatiran pasca resign tersebut.
Pahami ilmu.
Sebelum memutuskan resign, setidaknya seseorang harus memahami ilmunya terlebih dahulu. Seperti seorang ibu rumah tangga sekaligus pekerja, jika memutuskan resign harus seizin suami. Meminta pertimbangan suami serta keluarga, dan membicarakannya bersama. Agar semua siap dengan konsekuensinya, dan bersedia mendukung keputusan tersebut. Untuk seorang lajang, maka ia dapat mencari beberapa pengetahuan, tentang sisi negatif dan positif dari resign, bagaimana mengajukan resign yang dapat diterima semua pihak, dan solusi apa yang diambil untuk langkah berikutnya. Ini semua perlu dilakukan agar resign menjadi keputusan yang matang dan siap dengan solusinya.
Mencari Kesibukan.
Untuk mengatasi rasa bosan karena sudah berhenti bekerja, maka mencari kesibukan adalah langkah tepat. Melakukan hal-hal yang disukai, menekuni hobi, sembari berusaha mencari pekerjaan baru yang lebih baik. Atau mengisi hari dengan belajar berbagai ilmu. Setidaknya ilmu ini akan berguna untuk bekal memasuki masa pasca resign. Tak ada salahnya pula belajar ilmu agama, sebagai pengetahuan agar bisa beribadah lebih baik lagi, setelah sebelumnya ibadah adalah aktivitas sambil lalu karena lebih mementingkan pekerjaan.
Keyakinan dalam Diri.
Satu hal yang harus dipahami oleh semua orang bahwa "rezeki itu datang dari Sang Maha Pemberi Rezeki. Bukan karena suatu pekerjaan." Apapun pekerjaannya, tetap tak akan mendatangkan rezeki jika Allah tak menghendaki. Dan hendaknya keyakinan ini tertanam dalam hati, sehingga kekhawatiran akan hilangnya rezeki tak perlu terjadi.
Sumber gambar : pixabay
Persiapkan Solusi setelah Resign.
Tentunya solusi ini yang mampu menjadi tumpuan perekonomian keluarga. Entah dengan mencari pekerjaan baru yang lebih baik, ataupun beralih profesi dari sebelumnya. Ibu pekerja yang memutuskan resign juga mampu mencari penghasilan dari rumah. Misal dengan berjualan, atau menekuni hobi yang bisa mendatangkan uang. Persiapkan solusi yang solutif, maka keputusan resign pun menjadi mudah untuk dijalani.
Tak Perlu Menyesal.
Setiap keputusan pastinya memiliki resiko tersendiri, entah positif atau negatif, yang harus mampu diterima diri sendiri maupun semua pihak. Tak perlu menyesali, jika dirasa ternyata keputusan yang diambil kurang benar. Menjalani keputusan resign dengan hati lapang dan berpasrah jauh lebih baik. Bukan tak mungkin jika suatu saat akan membuka peluang lain yang terbaik dalam mencari rezeki.
Fokus pada Diri Sendiri dan Masa
Depan.
Maksudnya tak perlu kembali mengingat masa lalu sewaktu masih berjaya menjadi karyawan atau pimpinan perusahaan sekalipun. Keputusan telah diambil dan saatnya menjalani yang telah diputuskan. Tak perlu pula melihat kondisi orang lain. Sebab pada dasarnya setiap orang melakukan keputusannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Tetap fokus dan jadikan pengalaman berharga untuk melangkah ke depan.
Resign
adalah keputusan yang tak mudah. Di balik keputusan tersebut, ada satu tujuan
hidup yang sebenarnya, sehingga seseorang memutuskan untuk menjalaninya. Hanya
keikhlasan dan kesabaranlah yang menjadi kunci keberhasilannya.
26 Komentar
pas banget bacanya hari ini karna aku resign bulan ini hehe, memang banyak pertimbangan sebelum memutuskan tapi seperti kata mbaknya bahwa tidak perlu ada yang disesali, toh ini keputusan kita dan yang akan menjalani juga kita bukan orang lain :)
BalasHapusSemoga keputusan resignnya menjadi berkah ya mbak....Insya Allah ada hikmah yang baik atas keputusan ini🥰
HapusPernah mengalaminya 11 tahun lalu mba, bagiku yang paling berat adalah tekanan keluarga besar. Merubah beliefs anak yang sudah disekolahkan tinggi2 harus lah bekerja, itu sulit. Meyakinkan orangtua atas keputusan kita, butuh waktu, tidak seperti membalikkan telapak tangan.
BalasHapusBetul mbak....saya juga pernah mengalaminya....apalagi dulu pernah ada teman yang menegur, sudah dapat pekerjaan enak kok malah pengen berhenti...
Hapusaku pernah mengalami Mbak, karena harus ikut suami pindah pulau. Awalnya terasa kesepian banget sih, tapi karena banyak kesibukan yang harus kita lalukan akhir terlupakan juga...dukungan suami dan keluarga memang sangat dibutuhkan. Klo biasanya mau beli2 bebas karena pakai duit sendiri, naah setelah gak kerja pakai ijin suami dulu klo mau beli sesuatu yg untuk keperluan pribadi .
BalasHapusTerima kasih , salam hangat..
Salam hangat juga mbak dinda...dukungan keluarga adalah sesuatu yang berharga....terlebih di saat pengambilan keputusan besar seperti resign
HapusPas banget. Awal bulan ini aku resign, memutuskan untuk freelance di tengah pandemi..soalnya kalau nggak resign, kesehatan udah makin diujung tanduk..freelance membuatku makin sadar apa yg aku inginkan atau yg nggak pas buatku :) istilahnya mungkin blessing in disguise..heheh
BalasHapusSemangat mb Inda...setiap orang ada pada kondisinya sendiri-sendiri...apa yang terbaik untuk kehidupannya...semoga keputusan resignnya adalah jalan terbaik🥰
HapusMari saling menguatkan, setiap keputusan membawa dampak masing2. Terkhusus resign ini lmyn berat dilemanya. Banyak ibu/istri yg memiliki pengalaman serupa. Tetap berkarya dan bahagia ya mbak.
BalasHapusSiap..setiap keputusan ada resikonya masing-masing
Hapusbagus nih buat referensi teman2 yang sedang bimbang mau lanjut atau stop kerja 😊
BalasHapusTerimakasih semoga bermanfaat
Hapusbosen, itu sih yang paling menjadi banyak alasan untuk resign tapi enggan untuk resign, i love my job. Tapi tipsnya bagus mba, ini bikin aku jadi mikir juga ke depannya gimana
BalasHapusWajib berpikir plus minusnya sebelum mengambil keputusan
Hapusbetul sekali, harus dipertimbangkan matang-matang mengenai keputusan yang krusial seperti ini, karena terkadang kudu siap mental juga ya menghadapi kehidupan pasca resign nya
BalasHapusBetul...apalagi kehidupan pasca resign dipilih berdasarkan keputusan sendiri
HapusYup, bener fokus pada diri sendiri dan masa depan. Memang terasa susah di awal tapi bener kalau keputusan itu berdasarkan niat dan tujuan yg lebih baik, insya alloh tidak ada yang perlu dikhawatirkan...^^
BalasHapusIya...semua berawal dari niat
Hapusini seperti apa yang saya rasakan. Memutuskan resign 5 tahun lalu dan di rumah aja. Terkadang masih suka nyelip pikiran kenapa resign, pingin kerja lagi jika tekanan menghampiri. Tapi ingat tujuan resign dan lihat anak-anak. Terima kasih, mbak
BalasHapusIya..kalau sudah resign memang harus fokus dengan pilihan
HapusIya, aku ingat banget pas memutuskan resign dan pindah kota ikut suami..banyak pertimbangannya ya. Salah satunya aku mencari solusi membeli laptop agar bisa bekerja sebagai penulis setelah resign..jadi lebih tenang karena ada rencana selanjutnya
BalasHapusMemang wajib siap dengan solusi pasca resign biar ngga galau
HapusAku teringat saat resign dan ikut suami, mbak😠waktu itu masih pengantin baru😅 terus aku sempat dibilang kayak "benalu" dan ga punya masa depan karena enggak kerja, sedangkan keluarga suami maunya suami punya istri yang kerja. Sakitnya masih terasaðŸ˜
BalasHapusSemangat mbak...semoga dengan niat baik semua dimudahkan
HapusSaya selalu salut dan respect dg ibu bekerja yg memutuskan resign demi keluarga. Terkadang sayapun terselip pemikiran spt itu. Tp masih jauuuh dr kata berani utk ngambil keputusan tsb. Apapun jalan yg kita tempuh, smg terbaik utk diri kita masing2
BalasHapusAamiin...semua orang dalam kondisi masing-masing yang tidak bisa dihakimi oleh orang lain
BalasHapus